Sabtu, 07 Januari 2012
Bekas Budak yang Menjadi Ammir Kota Kuffah
Kelak salah satu kupingnya yang terpotong akan menjadi saksi di yaumil hisab betapa dirinya telah ikhlas ikut berjuang memerangi kaum murtad. Kuping sahabat yang satu ini terpotong waktu berjihad melawan pasukan murtad pimpinan Musailamah Al Kadzab di peperangan Yamamah. Dipeperangan itu ia selalu tampil terdepan dan mengobarkan semangat pasukan , pidatonya yang membuat semangat jihad kaum muslimin terus berkobar seperti “Hai Kaum Muslimin, apakah kalian akan lari dari Surga ? kemarilah bersama saya Ammar bin Yasir, kemarilah untuk menumpas pasukan murtad.!” . Dialah Amar bin Yasir, anak seorang budak yang menempati posisi tinggi diantara sederet sahabat sahabat yang lain. Waktu ia berpidato dipeperangan Yamamah tersebut tampak sebelah kupingnya telah hilang karena terpotong oleh pedang musuh. Tapi itu tidak membuat sahabat sekelas Ammar bin Yasir r.a merengek kesakitan. Bahkan pedangnya terus diayunkan dan membuat pasukan kaum murtad dibuat kewalahn. Pasukan murtad pimpinan Musailamah bukanlah pasukan kemarin sore yang mudah dikalahkan. Mereke adalah orang orang yang telah terbiasa dengan peperangan sengit. Inilah yang menjadikan perang ini begitu melelahkan. Dan Amar menyadari hal itu , karenanya ia senantiasa menyeru kawan kawannya untuk tetap melanjutkan pertempuran karena ia menyadari bagaimana bahayanya bila Musailamah tidak ditumpas dengan sesegera mungkin. Akan timbul fitnah yang makin besar dikalangan kaum muslimin. Dan akhirnya pasukan muslimin berhasil mematahkan perlawanan pasukan musuh. Dan Musailamah sendiri berhasil dibunuh oleh pasukan muslimin.
Pengorbanan yang sungguh sungguh demi tegaknya Islam ini telah menjadikan ia selalu menjadi pilihan untuk tugas tugas penting seperti mendapat amanah sebagai Amir dinegeri Kufah. Bersama dengan sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud ia berangkat ke Kufah atas perintah Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a. mereka berdua menuju Kufah dengan membawa secarik kertas untuk dibacakan kepada penduduk Kufah yang berbunyi “Saya telah mengirim kepada kalian penduduk Kufah Ammar bin Yasir sebagai Amir, dan Ibnu Mas’ud sebagai Bendahara dan Menteri, mereka berdua adalah orang orang pilihan dari sahabat Rasulullah dan termasuk ahlul Badar.”
Segera setelah sehari memegang amanah sebagai Amir, ia langsung melakukan tindakan tindakan yang membuat orang orang yang tamak terhadap dunia menjadi kelimpungan. Tidakk ada celah sedikitpun yang ia biarkan untuk terjadinya korupsi dan perbuatan tercela lainnya dikalangan pegawai pemerintah. Bersama dengan Abdullah ibnu Mas’ud telah terbentuk pasangan duet yang menjadikan penduduk Kufah merasa aman, damai, tercipta rasa adil dan pemerintahan yang bersih. Meski kini ia sibuk dengan urusan pemerintahan tapi tidak mengurangi keshalehan dan sikap zuhud yang senantiasa menghiasi setiap langkah hidupnya. Amir kota Kufah ini sering berbelanja dipasar seorang diri dan mengangkat sayuran diatas punggungnya sendiri tanpa dibantu oleh pengawal atau orang suruhan.
Pernah suatu hari waktu ia berjalan dipasar, ada seorang awam yang memanggilnya dengan cara mengejek dengan kata kata “ Wahai orang yang telinganya terpotong”. Amar bin Yasir selaku amir dinegeri itu menjawab “ Sesungguhnya telinga yang kamu ejek ini adalah telinga terbaik yang aku punya”.
Ini adalah contoh dari perilaku agung yang dimiliki sahabat. Mereka bangga memiliki kekurangan tubuh/fisik bila cacat itu disebabkan oleh luka yang diperolah dalam rangka berjihad dijalan Allah. Adakah kita pernah terpikir untuk memahami apa yang menjadi kebanggaan mereka. Kelak apa yang akan kita setor dihadapan Mahkamah akhirat bila ditanya “apa yang telah kamu lakukan untuk memperjuangkan agama Allah ??”
Pengorbanan yang sungguh sungguh demi tegaknya Islam ini telah menjadikan ia selalu menjadi pilihan untuk tugas tugas penting seperti mendapat amanah sebagai Amir dinegeri Kufah. Bersama dengan sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud ia berangkat ke Kufah atas perintah Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a. mereka berdua menuju Kufah dengan membawa secarik kertas untuk dibacakan kepada penduduk Kufah yang berbunyi “Saya telah mengirim kepada kalian penduduk Kufah Ammar bin Yasir sebagai Amir, dan Ibnu Mas’ud sebagai Bendahara dan Menteri, mereka berdua adalah orang orang pilihan dari sahabat Rasulullah dan termasuk ahlul Badar.”
Segera setelah sehari memegang amanah sebagai Amir, ia langsung melakukan tindakan tindakan yang membuat orang orang yang tamak terhadap dunia menjadi kelimpungan. Tidakk ada celah sedikitpun yang ia biarkan untuk terjadinya korupsi dan perbuatan tercela lainnya dikalangan pegawai pemerintah. Bersama dengan Abdullah ibnu Mas’ud telah terbentuk pasangan duet yang menjadikan penduduk Kufah merasa aman, damai, tercipta rasa adil dan pemerintahan yang bersih. Meski kini ia sibuk dengan urusan pemerintahan tapi tidak mengurangi keshalehan dan sikap zuhud yang senantiasa menghiasi setiap langkah hidupnya. Amir kota Kufah ini sering berbelanja dipasar seorang diri dan mengangkat sayuran diatas punggungnya sendiri tanpa dibantu oleh pengawal atau orang suruhan.
Pernah suatu hari waktu ia berjalan dipasar, ada seorang awam yang memanggilnya dengan cara mengejek dengan kata kata “ Wahai orang yang telinganya terpotong”. Amar bin Yasir selaku amir dinegeri itu menjawab “ Sesungguhnya telinga yang kamu ejek ini adalah telinga terbaik yang aku punya”.
Ini adalah contoh dari perilaku agung yang dimiliki sahabat. Mereka bangga memiliki kekurangan tubuh/fisik bila cacat itu disebabkan oleh luka yang diperolah dalam rangka berjihad dijalan Allah. Adakah kita pernah terpikir untuk memahami apa yang menjadi kebanggaan mereka. Kelak apa yang akan kita setor dihadapan Mahkamah akhirat bila ditanya “apa yang telah kamu lakukan untuk memperjuangkan agama Allah ??”
Bahaya Ghibah
Ghibah adalah perbuatan yang tercela tapi sangat ringan untuk dilaksanakan, demikian ringannya ghibah dilakukan hingga Ummul mukminin Aisyah r.a tanpa sadar telah berghibah kepada seorang wanita yang mengunjungi Nabi dan mengatakan” Pendek amat wanita itu”. Ghibah dapat mencerai-beraikan ikatan kasih sayang dan ukhuwah sesama manusia..
Rasulullah SAW bersabda “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah memenjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Imam an-Nawawi berkata dalam al-Adzkar, ” ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah menyangkut tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya, pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah engkau menyebut tentang orang tersebut dengan bibirmu, atau tulisanmu, isyarat matamu, isyarat tanganmu, isyarat kepalamu atau yang semisalnya”
Dalam suatu perjalanan dalam jihad fisabilillah Rasulullah SAW telah menetapkan keputusan bahwa bila ada dua orang yang mampu maka hendaklah ia menanggung satu orang yang tidak mampu.
Perjalanan berlangsung amat melelahkan dan ketika senja beranjak mereka mendirikan tenda. Merasa sangat lelah Sahabat Salman Al Farisi langsung berselonjor istirahat. Tak terasa kantuk menyerang dengan sangat cepat dan ia tidur dengan pulas. Ketika itu dua orang temannya yang kaya dan yang menanggung perjalannya sedang sibuk memasak tanpa bantuan Salman Al Farisi sedikitpun,lalu seseorang diantar mereka berkata : “Apakah maksud orang ini, hanya mau datang kekemah yang sudah didirikan kemudian langsung tidur dan hanya makan makanan yang sudah siap?”. Selang berapa waktu Salman terbangun dan didapatinya makanan telah siap tapi belum ada lauk pauk yang dapat dijadikan penambah selera makanan. Kemudian mereka berkata kepada Salman: “Pergilah engkau kepada Nabi Muhammad SAW. minta lauk pauk untuk kami.” Maka pergilah Salman menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. permintaan mereka. Nabi Muhammad SAW . bersabda kepada Salman: “Beritahulah kepada mereka bahawa mereka telah makan lauk pauk.” Maka kembalilah Salman kepada kawan-kawannya dan memberitahu apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW , mereka berkata: “Kami belum makan apa-apa.” Salman berkata: “Nabi Muhammad SAW. tidak berdusta dalam sabdanya.” .merasa sedikit kesal kedua orang itu pergi menghadap Nabi SAW dan menanyakan lauk pauk yang belum mereka dapatkan sebagai jatah hari itu.Lalu dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW .:”Kamu telah makan daging saudaramu ketika kamu membicarakan (ghibah) padanya diwaktu ia sedang tidur.” Lalu Nabi Muhammad SAW . membacakan Surah Alhujuraat ayat 12 (Yang berbunyi):
“Ya ayyuhalladzina aamanuuj tanibu katsira minadhdhanni inna ba’dhadhdhaani its mun wala tajassanu, wala yagh tabba’dhukum ba’dha, a yuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhihi maita fakarih tumuuhu.”
(Yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakkan sangka-sangka, sebab sebahagian dari sangka-sangka itu dosa. Dan jangan menyelidiki kesalahan orang lain dan jangan ghibah (membicarakan hal orang lain) setengahmu pada setengahnya, apakah suka salah satu sekiranya makan daging saudara yang telah mati, tentu kamu jijik (tidak suka).”
Rasulullah SAW bersabda “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah memenjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Imam an-Nawawi berkata dalam al-Adzkar, ” ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah menyangkut tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya, pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah engkau menyebut tentang orang tersebut dengan bibirmu, atau tulisanmu, isyarat matamu, isyarat tanganmu, isyarat kepalamu atau yang semisalnya”
Dalam suatu perjalanan dalam jihad fisabilillah Rasulullah SAW telah menetapkan keputusan bahwa bila ada dua orang yang mampu maka hendaklah ia menanggung satu orang yang tidak mampu.
Perjalanan berlangsung amat melelahkan dan ketika senja beranjak mereka mendirikan tenda. Merasa sangat lelah Sahabat Salman Al Farisi langsung berselonjor istirahat. Tak terasa kantuk menyerang dengan sangat cepat dan ia tidur dengan pulas. Ketika itu dua orang temannya yang kaya dan yang menanggung perjalannya sedang sibuk memasak tanpa bantuan Salman Al Farisi sedikitpun,lalu seseorang diantar mereka berkata : “Apakah maksud orang ini, hanya mau datang kekemah yang sudah didirikan kemudian langsung tidur dan hanya makan makanan yang sudah siap?”. Selang berapa waktu Salman terbangun dan didapatinya makanan telah siap tapi belum ada lauk pauk yang dapat dijadikan penambah selera makanan. Kemudian mereka berkata kepada Salman: “Pergilah engkau kepada Nabi Muhammad SAW. minta lauk pauk untuk kami.” Maka pergilah Salman menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. permintaan mereka. Nabi Muhammad SAW . bersabda kepada Salman: “Beritahulah kepada mereka bahawa mereka telah makan lauk pauk.” Maka kembalilah Salman kepada kawan-kawannya dan memberitahu apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW , mereka berkata: “Kami belum makan apa-apa.” Salman berkata: “Nabi Muhammad SAW. tidak berdusta dalam sabdanya.” .merasa sedikit kesal kedua orang itu pergi menghadap Nabi SAW dan menanyakan lauk pauk yang belum mereka dapatkan sebagai jatah hari itu.Lalu dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW .:”Kamu telah makan daging saudaramu ketika kamu membicarakan (ghibah) padanya diwaktu ia sedang tidur.” Lalu Nabi Muhammad SAW . membacakan Surah Alhujuraat ayat 12 (Yang berbunyi):
“Ya ayyuhalladzina aamanuuj tanibu katsira minadhdhanni inna ba’dhadhdhaani its mun wala tajassanu, wala yagh tabba’dhukum ba’dha, a yuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhihi maita fakarih tumuuhu.”
(Yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakkan sangka-sangka, sebab sebahagian dari sangka-sangka itu dosa. Dan jangan menyelidiki kesalahan orang lain dan jangan ghibah (membicarakan hal orang lain) setengahmu pada setengahnya, apakah suka salah satu sekiranya makan daging saudara yang telah mati, tentu kamu jijik (tidak suka).”
Lima Hal Yang Diingat Umar Bin Khatab r.a atas Kecerewetan Sang Istri
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab r.a. Ia ingin mengadu pada Khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun.
Dari dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar bin Khatab r.a sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal.
1. Istri adalah Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat. Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.
2. Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.
3. Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu
4. Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, ?akulah yang membuatnya begitu.? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.
5. Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya
Langganan:
Postingan (Atom)