Minggu, 08 Januari 2012
Hikmah
Dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Seorang hamba berkata:
... "Hartaku, hartaku".
Padahal harta yang ia miliki hanyalah tiga:
1. Apa yang telah ia makan dan habiskan.
2. Apa yang telah ia pakai dan usang.
3. Apa yang telah ia berikan dan ia rela.
Selain dari itu akan pergi dan ditinggalkan manusia" (HR Muslim )
Keutamaan Mendoakan Orang Lain Tanpa Sepengetahuannya
Dari Abu Ad-Darda’ dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, “Dan bagimu juga ...kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no. 4912)
Dalam riwayat lain dengan lafazh:
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk saudaranya (sesama muslim) tanpa diketahui olehnya adalah doa mustajabah. Di atas kepalanya (orang yang berdoa) ada malaikat yang telah diutus. Sehingga setiap kali dia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diutus tersebut akan mengucapkan, “Amin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu.”
Miskin Tetapi Kaya
Imam As-Syafii rahimahullah berkata :
إِذَا مَا كُنْتَ ذَا قَلْبٍ قَنُوْعٍ ….. فَأَنْتَ وَمَالِكُ الدُّنْيَا سَوَاءُ
...
Jika engkau memiliki hati yang selalu qona’ah …
maka sesungguhnya engkau sama seperti raja dunia
Bahkan bagitu banyak raja yang kaya raya ternyata tidak menemukan kepuasan dengan harta yang berlimpah ruah… oleh karenanya sebenarnya kita katakan “Jika Anda memiliki hati yang senantiasa qona’ah maka sesungguhnya Anda lebih baik dari seorang raja di dunia”.
Kalimat qona’ah merupakan perkataan yang ringan di lisan akan tetapi mengandung makna yang begitu dalam. Sungguh Imam As-Syafi’i tatkala mengucapkan bait sya’ir diatas sungguh-sungguh dibangun di atas ilmu yang kokoh dan dalam.
Seseorang yang qona’ah dan senantiasa menerima dengan semua keputusan Allah menunjukkan bahwa ia benar-benar mengimani taqdir Allah yang merupakan salah satu dari enam rukun Iman.
Ibnu Batthool berkata
وَغِنَى النَّفْسِ هُوَ بَابُ الرِّضَا بِقَضَاءِ اللهِ تَعَالىَ وَالتَّسْلِيْم لأَمْرِهِ، عَلِمَ أَنَّ مَا عِنْدَ اللهِ خَيْرٌ للأَبْرَارِ، وَفِى قَضَائِهِ لأوْلِيَائِهِ الأَخْيَارِ
“Dan kaya jiwa (qona’ah) merupakan pintu keridhoan atas keputusan Allah dan menerima (pasrah) terhadap ketetapanNya, ia mengetahui bahwasanya apa yang di sisi Allah lebih baik bagi orang-orang yang baik, dan pada ketetapan Allah lebih baik bagi wali-wali Allah yang baik” (Syarh shahih Al-Bukhari)
..... Majikan Yang Penuh Dengan Sumber Ilmu .....
Pada suatu musim haji berangkatlah serombongan umat muslim dari Madinah untuk menunaikan ibadah haji ke Kota suci Mekkah. Rombongan itu dipimpin oleh Sahabat Nabi yang mulia Abdullah bin Umar bin Khattab r.a. Ketika rombongan sedang melanjutkan perjalanan tiba tiba Abdullah bin Umar bin Khattab atau lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Umar r.a perg...i menghilang dari rombongan kebalik semak semak pepohonan dan menunaikan buang hajat. Tentu saja anggota rombongan merasa heran karena setiap kali melewati daerah itu Ibnu Umar selalu pergi menghilang kebalik semak semak pepohonan dan menunaikan buang hajat. Akhirnya ada anggota rombongan yang berani menanyakan sebab Ibnu Umar r.a melakukan hal itu “ Ya Ibnu Umar mengapa engkau selalu buang hajat setiap melewati daerah ini ?” maka jawab Ibnu Umar r.a “ Sesungguhnya aku pernah berjalan bersama Rasulullah melewati jalan ini dan pada saat itu ia menyingkir sesaat menuju semak semak pepohonan untuk menunaikan buang hajat, aku ingin meniru apa yang dilakukan beliau SAW karena rasa cintaku yang mendalam kepada Rasulullah SAW”. Para sahabat Ibnu Umar r.a tertegun mendengar jawaban seperti itu, mereka makin yakin dengan apa yang pernah Ummul Mukminin Aisyah r.a katakan tentang pribadi Ibnu Umar, Aisyah r.a berkata “Tidak pernah aku temui seorang sahabat Nabi SAW yang paling ingin meniru sunnah Beliau SAW dengan sangat gigih kecuali aku dapatkan pada diri Ibnu Umar r.a”
Ibnu Umar r.a seorang periwayat hadits yang banyak dan masuk dalam kalangan ulama diantara sahabat sahabat Nabi yang lain. Ia sangat mencintai sunnah dan ilmu serta menjauhkan diri dari hiruk pikuk politik. Pernah Amirul Mukminin Utsman bin Affan r.a menawari ia sebagai hakim namun ia menolaknya
Ibnu Umar selalu menghabiskan malamnya dengan ibadah, zikir dan doa karena Rasulullah SAW pernah mewasiatkan kepadanya untuk menghabiskan malamnya dengan ibadah yang hal itu akan menambah makin fakihnya dia dengan ilmu ilmu agama. Salah seorang muridnya yang paling utama adalah bekas budaknya sendiri yaitu Nafi ‘ rahimahullah. Tabi’in yang satu ini banyak menimba ilmu dari majikannya dan kelak Nafi’ rahimahullah menjadi rujukan para ulama bila bertanya tentang ilmu fikih dan tafsir. Begitulah sebagian contoh kehidupan para sahabat yang mulia, mereka mengajari ilmu bukan hanya kepada istri dan anak anaknya saja tapi malah bekas budaknya menjadi ulama terkenal berkat torehan dan asuhan dari majikan yang penuh dengan sumber ilmu.
Salah seorang sahabat Ibnu Umar r.a yaitu Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan: “Ibnu Umar meninggal dan keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak orang yang sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup di masa yang tidak ada seorang pun yang sebanding dengan dia”.
Ibnu Umar wafat pada tahun 72 Hijriah dalam usia yang panjang. Sebagian ulama tarikh menyebut usia sahabat nabi yang mulia ini sampai 84 tahun. Wallahu’alam.
Sabtu, 07 Januari 2012
Kerusakan Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ »
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“[4]
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ . قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” [5]
An Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”[6]
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau katakan memang benar-benar terjadi saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin, sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas telah melarang kita meniru-niru orang kafir (tasyabbuh).
Beliau bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi dalam hal pakaian, penampilan dan kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama (ijma’).[8]
Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun baru ini berasal dari orang kafir dan merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya di antara orang-orang jahil ada yang mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada malam pergantian tahun. “Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru sendiri adalah bukan perayaan atau ritual kaum muslimin, lantas kenapa harus disyari’atkan amalan tertentu ketika itu?
Bekas Budak yang Menjadi Ammir Kota Kuffah
Kelak salah satu kupingnya yang terpotong akan menjadi saksi di yaumil hisab betapa dirinya telah ikhlas ikut berjuang memerangi kaum murtad. Kuping sahabat yang satu ini terpotong waktu berjihad melawan pasukan murtad pimpinan Musailamah Al Kadzab di peperangan Yamamah. Dipeperangan itu ia selalu tampil terdepan dan mengobarkan semangat pasukan , pidatonya yang membuat semangat jihad kaum muslimin terus berkobar seperti “Hai Kaum Muslimin, apakah kalian akan lari dari Surga ? kemarilah bersama saya Ammar bin Yasir, kemarilah untuk menumpas pasukan murtad.!” . Dialah Amar bin Yasir, anak seorang budak yang menempati posisi tinggi diantara sederet sahabat sahabat yang lain. Waktu ia berpidato dipeperangan Yamamah tersebut tampak sebelah kupingnya telah hilang karena terpotong oleh pedang musuh. Tapi itu tidak membuat sahabat sekelas Ammar bin Yasir r.a merengek kesakitan. Bahkan pedangnya terus diayunkan dan membuat pasukan kaum murtad dibuat kewalahn. Pasukan murtad pimpinan Musailamah bukanlah pasukan kemarin sore yang mudah dikalahkan. Mereke adalah orang orang yang telah terbiasa dengan peperangan sengit. Inilah yang menjadikan perang ini begitu melelahkan. Dan Amar menyadari hal itu , karenanya ia senantiasa menyeru kawan kawannya untuk tetap melanjutkan pertempuran karena ia menyadari bagaimana bahayanya bila Musailamah tidak ditumpas dengan sesegera mungkin. Akan timbul fitnah yang makin besar dikalangan kaum muslimin. Dan akhirnya pasukan muslimin berhasil mematahkan perlawanan pasukan musuh. Dan Musailamah sendiri berhasil dibunuh oleh pasukan muslimin.
Pengorbanan yang sungguh sungguh demi tegaknya Islam ini telah menjadikan ia selalu menjadi pilihan untuk tugas tugas penting seperti mendapat amanah sebagai Amir dinegeri Kufah. Bersama dengan sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud ia berangkat ke Kufah atas perintah Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a. mereka berdua menuju Kufah dengan membawa secarik kertas untuk dibacakan kepada penduduk Kufah yang berbunyi “Saya telah mengirim kepada kalian penduduk Kufah Ammar bin Yasir sebagai Amir, dan Ibnu Mas’ud sebagai Bendahara dan Menteri, mereka berdua adalah orang orang pilihan dari sahabat Rasulullah dan termasuk ahlul Badar.”
Segera setelah sehari memegang amanah sebagai Amir, ia langsung melakukan tindakan tindakan yang membuat orang orang yang tamak terhadap dunia menjadi kelimpungan. Tidakk ada celah sedikitpun yang ia biarkan untuk terjadinya korupsi dan perbuatan tercela lainnya dikalangan pegawai pemerintah. Bersama dengan Abdullah ibnu Mas’ud telah terbentuk pasangan duet yang menjadikan penduduk Kufah merasa aman, damai, tercipta rasa adil dan pemerintahan yang bersih. Meski kini ia sibuk dengan urusan pemerintahan tapi tidak mengurangi keshalehan dan sikap zuhud yang senantiasa menghiasi setiap langkah hidupnya. Amir kota Kufah ini sering berbelanja dipasar seorang diri dan mengangkat sayuran diatas punggungnya sendiri tanpa dibantu oleh pengawal atau orang suruhan.
Pernah suatu hari waktu ia berjalan dipasar, ada seorang awam yang memanggilnya dengan cara mengejek dengan kata kata “ Wahai orang yang telinganya terpotong”. Amar bin Yasir selaku amir dinegeri itu menjawab “ Sesungguhnya telinga yang kamu ejek ini adalah telinga terbaik yang aku punya”.
Ini adalah contoh dari perilaku agung yang dimiliki sahabat. Mereka bangga memiliki kekurangan tubuh/fisik bila cacat itu disebabkan oleh luka yang diperolah dalam rangka berjihad dijalan Allah. Adakah kita pernah terpikir untuk memahami apa yang menjadi kebanggaan mereka. Kelak apa yang akan kita setor dihadapan Mahkamah akhirat bila ditanya “apa yang telah kamu lakukan untuk memperjuangkan agama Allah ??”
Pengorbanan yang sungguh sungguh demi tegaknya Islam ini telah menjadikan ia selalu menjadi pilihan untuk tugas tugas penting seperti mendapat amanah sebagai Amir dinegeri Kufah. Bersama dengan sahabat Abdullah Ibnu Mas’ud ia berangkat ke Kufah atas perintah Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a. mereka berdua menuju Kufah dengan membawa secarik kertas untuk dibacakan kepada penduduk Kufah yang berbunyi “Saya telah mengirim kepada kalian penduduk Kufah Ammar bin Yasir sebagai Amir, dan Ibnu Mas’ud sebagai Bendahara dan Menteri, mereka berdua adalah orang orang pilihan dari sahabat Rasulullah dan termasuk ahlul Badar.”
Segera setelah sehari memegang amanah sebagai Amir, ia langsung melakukan tindakan tindakan yang membuat orang orang yang tamak terhadap dunia menjadi kelimpungan. Tidakk ada celah sedikitpun yang ia biarkan untuk terjadinya korupsi dan perbuatan tercela lainnya dikalangan pegawai pemerintah. Bersama dengan Abdullah ibnu Mas’ud telah terbentuk pasangan duet yang menjadikan penduduk Kufah merasa aman, damai, tercipta rasa adil dan pemerintahan yang bersih. Meski kini ia sibuk dengan urusan pemerintahan tapi tidak mengurangi keshalehan dan sikap zuhud yang senantiasa menghiasi setiap langkah hidupnya. Amir kota Kufah ini sering berbelanja dipasar seorang diri dan mengangkat sayuran diatas punggungnya sendiri tanpa dibantu oleh pengawal atau orang suruhan.
Pernah suatu hari waktu ia berjalan dipasar, ada seorang awam yang memanggilnya dengan cara mengejek dengan kata kata “ Wahai orang yang telinganya terpotong”. Amar bin Yasir selaku amir dinegeri itu menjawab “ Sesungguhnya telinga yang kamu ejek ini adalah telinga terbaik yang aku punya”.
Ini adalah contoh dari perilaku agung yang dimiliki sahabat. Mereka bangga memiliki kekurangan tubuh/fisik bila cacat itu disebabkan oleh luka yang diperolah dalam rangka berjihad dijalan Allah. Adakah kita pernah terpikir untuk memahami apa yang menjadi kebanggaan mereka. Kelak apa yang akan kita setor dihadapan Mahkamah akhirat bila ditanya “apa yang telah kamu lakukan untuk memperjuangkan agama Allah ??”
Bahaya Ghibah
Ghibah adalah perbuatan yang tercela tapi sangat ringan untuk dilaksanakan, demikian ringannya ghibah dilakukan hingga Ummul mukminin Aisyah r.a tanpa sadar telah berghibah kepada seorang wanita yang mengunjungi Nabi dan mengatakan” Pendek amat wanita itu”. Ghibah dapat mencerai-beraikan ikatan kasih sayang dan ukhuwah sesama manusia..
Rasulullah SAW bersabda “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah memenjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Imam an-Nawawi berkata dalam al-Adzkar, ” ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah menyangkut tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya, pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah engkau menyebut tentang orang tersebut dengan bibirmu, atau tulisanmu, isyarat matamu, isyarat tanganmu, isyarat kepalamu atau yang semisalnya”
Dalam suatu perjalanan dalam jihad fisabilillah Rasulullah SAW telah menetapkan keputusan bahwa bila ada dua orang yang mampu maka hendaklah ia menanggung satu orang yang tidak mampu.
Perjalanan berlangsung amat melelahkan dan ketika senja beranjak mereka mendirikan tenda. Merasa sangat lelah Sahabat Salman Al Farisi langsung berselonjor istirahat. Tak terasa kantuk menyerang dengan sangat cepat dan ia tidur dengan pulas. Ketika itu dua orang temannya yang kaya dan yang menanggung perjalannya sedang sibuk memasak tanpa bantuan Salman Al Farisi sedikitpun,lalu seseorang diantar mereka berkata : “Apakah maksud orang ini, hanya mau datang kekemah yang sudah didirikan kemudian langsung tidur dan hanya makan makanan yang sudah siap?”. Selang berapa waktu Salman terbangun dan didapatinya makanan telah siap tapi belum ada lauk pauk yang dapat dijadikan penambah selera makanan. Kemudian mereka berkata kepada Salman: “Pergilah engkau kepada Nabi Muhammad SAW. minta lauk pauk untuk kami.” Maka pergilah Salman menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. permintaan mereka. Nabi Muhammad SAW . bersabda kepada Salman: “Beritahulah kepada mereka bahawa mereka telah makan lauk pauk.” Maka kembalilah Salman kepada kawan-kawannya dan memberitahu apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW , mereka berkata: “Kami belum makan apa-apa.” Salman berkata: “Nabi Muhammad SAW. tidak berdusta dalam sabdanya.” .merasa sedikit kesal kedua orang itu pergi menghadap Nabi SAW dan menanyakan lauk pauk yang belum mereka dapatkan sebagai jatah hari itu.Lalu dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW .:”Kamu telah makan daging saudaramu ketika kamu membicarakan (ghibah) padanya diwaktu ia sedang tidur.” Lalu Nabi Muhammad SAW . membacakan Surah Alhujuraat ayat 12 (Yang berbunyi):
“Ya ayyuhalladzina aamanuuj tanibu katsira minadhdhanni inna ba’dhadhdhaani its mun wala tajassanu, wala yagh tabba’dhukum ba’dha, a yuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhihi maita fakarih tumuuhu.”
(Yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakkan sangka-sangka, sebab sebahagian dari sangka-sangka itu dosa. Dan jangan menyelidiki kesalahan orang lain dan jangan ghibah (membicarakan hal orang lain) setengahmu pada setengahnya, apakah suka salah satu sekiranya makan daging saudara yang telah mati, tentu kamu jijik (tidak suka).”
Rasulullah SAW bersabda “Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?” Rasulullah memenjawab, “kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).
Imam an-Nawawi berkata dalam al-Adzkar, ” ghibah adalah engkau menyebut seseorang dengan apa yang ia tidak sukai, sama saja apakah menyangkut tubuhnya, agamanya, dunianya, jiwanya, fisiknya, akhlaknya, hartanya, anaknya, orang tuanya, istrinya, pembantunya, budaknya, sorbannya, pakaiannya, cara jalannya, gerakannya, senyumnya, muka masamnya, atau yang selainnya dari perkara yang menyangkut diri orang tersebut. Sama saja apakah engkau menyebut tentang orang tersebut dengan bibirmu, atau tulisanmu, isyarat matamu, isyarat tanganmu, isyarat kepalamu atau yang semisalnya”
Dalam suatu perjalanan dalam jihad fisabilillah Rasulullah SAW telah menetapkan keputusan bahwa bila ada dua orang yang mampu maka hendaklah ia menanggung satu orang yang tidak mampu.
Perjalanan berlangsung amat melelahkan dan ketika senja beranjak mereka mendirikan tenda. Merasa sangat lelah Sahabat Salman Al Farisi langsung berselonjor istirahat. Tak terasa kantuk menyerang dengan sangat cepat dan ia tidur dengan pulas. Ketika itu dua orang temannya yang kaya dan yang menanggung perjalannya sedang sibuk memasak tanpa bantuan Salman Al Farisi sedikitpun,lalu seseorang diantar mereka berkata : “Apakah maksud orang ini, hanya mau datang kekemah yang sudah didirikan kemudian langsung tidur dan hanya makan makanan yang sudah siap?”. Selang berapa waktu Salman terbangun dan didapatinya makanan telah siap tapi belum ada lauk pauk yang dapat dijadikan penambah selera makanan. Kemudian mereka berkata kepada Salman: “Pergilah engkau kepada Nabi Muhammad SAW. minta lauk pauk untuk kami.” Maka pergilah Salman menyampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. permintaan mereka. Nabi Muhammad SAW . bersabda kepada Salman: “Beritahulah kepada mereka bahawa mereka telah makan lauk pauk.” Maka kembalilah Salman kepada kawan-kawannya dan memberitahu apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW , mereka berkata: “Kami belum makan apa-apa.” Salman berkata: “Nabi Muhammad SAW. tidak berdusta dalam sabdanya.” .merasa sedikit kesal kedua orang itu pergi menghadap Nabi SAW dan menanyakan lauk pauk yang belum mereka dapatkan sebagai jatah hari itu.Lalu dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW .:”Kamu telah makan daging saudaramu ketika kamu membicarakan (ghibah) padanya diwaktu ia sedang tidur.” Lalu Nabi Muhammad SAW . membacakan Surah Alhujuraat ayat 12 (Yang berbunyi):
“Ya ayyuhalladzina aamanuuj tanibu katsira minadhdhanni inna ba’dhadhdhaani its mun wala tajassanu, wala yagh tabba’dhukum ba’dha, a yuhibbu ahadukum an ya’kula lahma akhihi maita fakarih tumuuhu.”
(Yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakkan sangka-sangka, sebab sebahagian dari sangka-sangka itu dosa. Dan jangan menyelidiki kesalahan orang lain dan jangan ghibah (membicarakan hal orang lain) setengahmu pada setengahnya, apakah suka salah satu sekiranya makan daging saudara yang telah mati, tentu kamu jijik (tidak suka).”
Lima Hal Yang Diingat Umar Bin Khatab r.a atas Kecerewetan Sang Istri
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab r.a. Ia ingin mengadu pada Khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun.
Dari dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar bin Khatab r.a sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal.
1. Istri adalah Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat. Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.
2. Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.
3. Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu
4. Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, ?akulah yang membuatnya begitu.? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.
5. Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya
Langganan:
Postingan (Atom)